Jakarta, aspekindonesia.com│Senin (13/07), Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) mendukung sikap kritis dan tegas yang dilakukan oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), yang bersama KSPSI AGN (Andi Gani) dan FSP Kahutindo menyatakan keluar dan mengundurkan diri dari tim teknis Omnibus Law RUU Cipta Kerja Klaster Ketenagakerjaan. Tim teknis bentukan Kementerian Ketenagakerjaan ini ternyata cuma untuk formalitas dan basa-basi, hanya untuk memberi kesan bahwa seolah-olah Pemerintah sudah melibatkan serikat pekerja dalam pembahasan RUU Cipta Kerja. Padahal faktanya, tim teknis tersebut tidak melakukan pembahasan pasal per pasal yang selama ini menjadi keinginan dari serikat pekerja. Pemerintah telah tersandera oleh kepentingan pemodal atau investor, sehingga gagal dalam memberikan jaminan perlindungan kesejahteraan kepada rakyatnya serta lebih berpihak pada kepentingan pengusaha. Demikian disampaikan Mirah Sumirat, SE, Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulis.
Sebelumnya telah dibentuk tim teknis yang berisi unsur Pemerintah, pengusaha dan serikat pekerja yang memiliki keterwakilan di Lembaga Kerja Sama Tripartit. Dari unsur serikat pekerja beranggotakan 15 orang, terdiri dari perwakilan KSPSI AGN (3 orang), KSPI (3 orang), KSPSI Yoris (3 orang), KSBSI (2 orang), KSPN (1 orang), K.SARBUMUSI (1 orang), FSPPN (1 orang), FSP KAHUTINDO (1 orang). Sedangkan unsur APINDO/KADIN berjumlah 15 orang dan unsur Pemerintah berjumlah 25 orang.
ASPEK Indonesia sebagai salah satu anggota KSPI, turut mencermati perkembangan yang terjadi di dalam tim teknis. Kami mendesak posisi Pemerintah yang diiwakili Kementerian Ketenagakerjaan untuk lebih terbuka dan adil pada pekerja, bukan cuma mengamini keinginan pengusaha yang diwakili oleh APINDO dan KADIN. Dalam pertemuan tim teknis yang kedua tanggal 10 Juli 2020, unsur APINDO dan KADIN menegaskan bahwa pertemuan tim teknis tidak perlu ada keputusan dan kesepakatan, karena hanya sekedar memberikan masukan. APINDO dan KADIN pun menyatakan bahwa rapat tim teknis ini bukan perundingan para pihak. Pendapat APINDO dan KADIN ini kemudian diamini oleh unsur Pemerintah yang hadir dalam rapat, yang menyatakan bahwa rapat tim teknis ini bukan perundingan dan tidak perlu ada kesepakatan atau keputusan apapun. Lantas buat apa melibatkan serikat pekerja jika tidak membahas pasal per pasal RUU Cipta Kerja, yang banyak pasalnya telah menjadi keberatan dari serikat pekerja/serikat buruh?
Pemerintah dan pengusaha cuma ingin memaksakan kehendak agar RUU Cipta Kerja dapat segera disahkan padahal isinya sangat merugikan kepentingan pekerja dan para pencari kerja, ungkap Mirah.
Dalam rapat tim teknis yang pertama tanggal 8 Juli 2020, unsur serikat pekerja/ serikat buruh yang tergabung dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI), yang terdiri dari KSPSI AGN, KSPI dan KSBSI serta atas persetujuan serikat pekerja yang lain sesungguhnya telah menyerahkan konsep tertulis sebagai draft sandingan RUU Cipta Kerja kepada Pemerintah dan unsur APINDO/KADIN. Konsep tersebut berisi analisa dan pandangan serikat pekerja mengenai dasar penolakan klaster ketenagakerjaan serta usulan agar UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 dijadikan sebagai perlindungan kesejahteraan yang paling minimal bagi pekerja. Ternyata konsep tertulis dari serikat pekerja tersebut tidak dibahas oleh tim teknis, bahkan perwakilan APINDO dan KADIN tidak mau menerima dan mengembalikan naskah konsep kepada unsur serikat pekerja. APINDO dan KADIN juga tidak mau menyerahkan usulan konsep dari mereka secara tertulis kepada serikat pekerja.
Jika Pemerintah, pengusaha dan DPR tetap memaksakan untuk meloloskan RUU Cipta Kerja tanpa peduli dengan penolakan serikat pekerja, maka ASPEK Indonesia menyatakan sikap; akan bersama KSPI dan MPBI untuk melakukan aksi penolakan RUU Cipta Kerja secara besar-besaran. Pekerja dan rakyat harus bersatu melakukan penolakan RUU Cipta Kerja yang isinya eksploitatif, dan di masa depan akan menyengsarakan nasib anak bangsa secara berkepanjangan, tegas Mirah.(TM/SPD)