Oleh : Heri Irawan
Deputi Direktur Advokasi dan Relawan Jamkeswatch – KSPI
Bogor, aspekindonesia.com│Kamis (24/10) Disaat Masyarakat dengan Segmen Kepesertaan Mandiri/PBPU gelisah dengan adanya rencana Iuran yang akan naik 100% dan akan diberlakukan sanksi layanan publik untuk peserta Mandiri yang menunggak.
Namun ternyat masih banyak buruh formal yang belum terdaftar pada JKN BPJS Kesehatan, seperti kasus Heru Kiswanto seorang buruh yang saat ini sakit dan berbaring lemah di rsud cibinong, ia bersama sang istri sempat kebingungan untuk membayar biaya rumah sakit, lantaran BPJS Kesehatan sang suami sudah tidak aktif sejak di PHK dari sebuah perusahaan swasta yang berada di Depok, meski Heru sudah kembali bekerja selama dua bulan ditempat yang baru yang juga perusahaan swasta yang berada dikawasan WN herang, Gunung Putri Kab Bogor, namun ternyata pihak perusahaan juga tak kunjung mendaftar kan kembali pada program JKN BPJS Kesehatan tersebut, bahkan banyak teman -temannya juga yang sudah lebih lama bekerja belum di daftarkan pada BPJS.
Selain Heru adah seorang pekerja aktif yang belum didaftarkan pada BPJS Kesehatan, ia juga ternyata adalah anggota keluarga (Suami) dari seorang buruh wanita, istri, heru sudah bekerja selama satu tahun dan terdaftar sebagai peserta aktif BPJS Kesehatan di sebuah perusahaan swasta yang berada di Cicadas, Gunung Putri Kab Bogor, namun ternyata perusahaan sang istri hanya mendaftar kan si pekerja nya saja yaitu Istri heru.
Lailatul Qadariah/ istri heru menceritakan sudah menghadap pihak perusahaan untuk meminta agar suaminya di daftarkan, namun pihak perusahaan menolak dengan alasan tidak bisa langsung aktif, dan pihak perusahaan tidak dapat menjamin biaya perawatan sang suami, sempat kebingungan akhirnya Laila melaporkan pada Jamkeswatch, hingga akhirnya relawan Jamkeswatch mengantar nya untuk kembali pada pihak perusahaan, hingga akhirnya perusahaan bersedia untuk mendaftar kan dan akhirnya Heru dapat di Jamin oleh BPJS kesehatan.
Padahal sudah ditegaskan dalam Perpres No. 82 tahun 2018 Pasal 13 ayat 1 “Pemberi Kerja wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta Jaminan Kesehatan kepada BPJS Kesehatan dengan membayar Iuran.
Dalam ayat 6 ditegaskan Pemberi Kerja selain penyelenggara negara yang
melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat ( 1) dikenai sanksi administratif berupa:
a. teguran tertulis;
b. denda; dan/atau
c. tidak mendapat pelayanan publik tertentu.
Maka seharusnya sebelum pemerintah memberlakukan sanksi layanan publik pada peserta mandiri/PBPU sebaiknya pemerintah tegas dan berani berikan sanksi sebagai mana dalam PP No.86 tahun 2013 kepada badan usaha yang lalai dan tidak mendaftarkan semua pekerja dan anggota kluarganya pada BPJS Kesehatan, bukan malah mencekik peserta mandiri yang tidak terdaftar sebagai PBI karena di anggap mampu namun juga ternyata banyak yang tidak memiliki pengasihan tetap bahkan hanya cukup buat kebutuhan sehari-hari.
Padahal jika Pihak BPJS Kesehatan dan juga Perintah serius dan berani tegas pada perusahaan yang bandel masalah defisit yang dialami BPJS Kesehatan akan mudah diatasi, untuk Kepesertaan JKN BPJS Kesehatan segmen PPU per 23 Oktober 2019 baru mencapai 34.771.762/orang bisa jadi itu dengan anggota kluarganya, jika hanya pekerjanya saja sekitar 17.000.000/orang , Jumlah Pekerja Formal 2019 sesuai data BPS (Badan Pusat Statistik) sebanyak
55.272.968/Pekerja. Upah rata rata pekerja formal Rp. 3jt /bln, Iuran BPJS Kesehatan 5%
= Rp. 150Rb X 55.272.968 = 99,491 Triliun.
Maka oleh karena itu mohon pada pemerintah untuk lebih bijak dan hati hati dalam mengambil keputusan.
Untuk kasus Heru Kiswanto bisa jadi ini adalah bagian kecil yang ketahuan karena peserta sakit dan lapor pada kami, maka oleh karenanya kami minta pada Pemerintah Kab, Bogor dalam hal itu Bupati dan DPRD Kab Bogor Komisi IV Khususnya dan umum semua Pemda se-Indonesia untuk koordinasi terus dengan pihak BPJS kesehatan dan menindak tegas perusahaan perusahaan yang tidak taat menjalankan amanat peraturan yang berlaku.