Jakarta, aspekindonesia.com | 31/12/2022) Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) menyampaikan refleksi akhir tahun 2022, khususnya terkait dengan perjuangan serikat pekerja dalam menuntut kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Mirah Sumirat, SE, Presiden ASPEK Indonesia, dalam keterangan pers resmi ASPEK Indonesia secara tertulis (31/12), menyampaikan bahwa dampak buruk Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja, terus menyasar dan memiskinkan kelas pekerja dan rakyat Indonesia.
ASPEK Indonesia menilai Pemerintah belum bersungguh-sungguh dalam malaksanakan amanat Undang Undang Dasar 1945, Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan, “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Berdasarkan Pasal 27 ayat (2) tersebut, setidaknya terdapat dua kewajiban Negara yang harus dipenuhi oleh Pemerintah, yaitu memberikan pekerjaan dan memberikan penghidupan, yang keduanya harus layak bagi kemanusiaan.
Terkait perjuangan upah minimum, Mirah Sumirat menyampaikan, di awal tahun 2022, Pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan, telah mengumumkan rata-rata kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) tahun 2022 sebesar 1,09 persen, jauh di bawah inflasi ataupun pertumbuhan ekonomi. Pemerintah menetapkan kenaikan upah minimum berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, ada tambahan formula baru yang ditetapkan sepihak oleh Pemerintah, yang tidak diatur dalam UU Cipta Kerja, yaitu penyesuaian nilai upah minimum ditetapkan dalam rentang nilai batas atas dan batas bawah. Kenaikan upah minimum 2022 hasilnya justru di bawah inflasi ataupun pertumbuhan ekonomi. Padahal, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi tertinggi didapat oleh Maluku Utara dengan kenaikan 12,76 persen, dan inflasi tertinggi adalah Bangka Belitung 3,29 persen. Masih terkait upah minimum, ASPEK Indonesia juga mengkritisi hilangnya ketentuan Upah Minimum Sektoral Provinsi dan Kabupaten/Kota, sebagai dampak buruk Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja.
Terkait perjuangan jaminan kepastian pekerjaan, Mirah Sumirat menyampaikan, ASPEK Indonesia juga mencatat selama tahun 2022, banyak terjadi pemutusan hubungan kerja yang dilakukan secara sepihak oleh perusahaan. Omnibus Law Undang Undang Cipta Kerja yang telah memudahkan pemutusan hubungan kerja (PHK) dengan kompensasi pesangon yang jauh lebih sedikit dibandingkan ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan, telah berdampak pada terjadinya badai PHK massal di seluruh Indonesia, dengan dalih efisiensi perusahaan. Semakin mudahnya sistem kerja outsourcing dan sistem kerja kontrak hingga seumur hidup, telah menghilangkan jaminan kepastian pekerjaan, jaminan kepastian upah dan jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Terkait perjuangan jaminan sosial, Mirah Sumirat menyampaikan, ASPEK Indonesia pada 14 Februari 2022, secara resmi mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Ketenagakerjaan untuk meminta pembatalan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata, Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua. ASPEK Indonesia momohon dengan hormat kepada Presiden Republik Indonesia, untuk menginstruksikan kepada Menteri Ketenagakerjaan, agar mencabut dan membatalkan Permenaker No. 2 Tahun 2022, dan selanjutnya tetap memberlakukan Permenaker No. 19 tahun 2015, dimana manfaat Jaminan Hari Tua dapat dicairkan untuk pekerja yang berhenti bekerja, baik karena mengundurkan diri maupun karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), yang dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal pengunduran diri atau tanggal PHK. Setelah menuai polemik dan penolakan keras dari kelompok pekerja, akhirnya pada 26 April 2022 terbitlah Permenaker No. 4 Tahun 2022, yang isinya hampir sama dengan Permenaker 19/2015. Ini salah satu kemenangan perjuangan kelompok pekerja di Indonesia, ungkap Mirah Sumirat.
Terkait perjuangan penolakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), ASPEK Indonesia mengecam keputusan Presiden Joko Widodo yang akhirnya mengumumkan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) Pertalite, Solar dan Pertamax yang mulai berlaku pada Sabtu (3/9/2022) pukul 14.30. Dipaksakannya kenaikan harga BBM di saat banyak masyarakat yang kehidupan ekonominya terpuruk dan jutaan pekerja diputus hubungan kerja (PHK) serta melambungnya harga kebutuhan pokok masyarakat, membuktikan bahwa Pemerintah tidak peduli dengan kondisi riil masyarakat. Kenaikan harga BBM sangat memukul daya beli rakyat, memicu lonjakan inflasi dan juga mengganggu pertumbuhan ekonomi nasional. Pemerintah seharusnya tetap memberikan subsidi kepada rakyatnya, apalagi yang menyangkut kebutuhan hajat hidup rakyat. Pemerintah jangan malah mengeluh, dengan merasa terbebani subsidi untuk rakyat! Kewajiban Pemerintah sesuai amanat Konstitusi UUD 45 adalah mensejahterakan rakyat!, tegas Mirah Sumirat.(TM/SPD)