Jakarta, aspekindonesia.com | (15/08/2024) Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia)* keras mengkritisi turunnya daya beli akibat kebijakan upah murah yang berdampak pada PHK massal yang terjadi saat ini, serta mengingatkan kepada Presiden Republik Indonesia terpilih bapak Prabowo Subianto untuk memperhatikan kesejahteraan serta perlindungan kaum pekerja/buruh yang selama ini sebagai ujung tombak perekonomian Indonesia, ungkap Muhamad Rusdi selaku Presiden ASPEK Indonesia dalam keterangan persnya.
M. Rusdi yang pernah menjadi Sekjend KSPI menjelaskan bahwa di akhir masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2013/2014, Presiden SBY mengatakan di depan KADIN dan buruh bahwa “sudah saatnya Indonesia meninggalkan kebijakan upah murah sebagai daya saing Indonesia di pasar global”, hal tersebut dibuktikan dengan kenaikan upah yang sangatlah tinggi pada tahun 2013 dan 2014, dengan kenaikan upah yang tinggi berdampak pada meningkatnya daya beli para pekerja/buruh sehingga bisa membeli barang dan menyerap hasil produksi pada sektor Industri manufaktur maupun di sektor jasa, serta produk produk UMKM.
Biang kerok dari menurunnya daya beli yang berdampak pada PHK di sebabkan oleh kebijakan ekonomi yang di keluarkan oleh Presiden Jokowi sangatlah merugikan kaum pekerja/buruh, dimana kenaikan upah yang sangatlah rendah di dalam 10 tahun terakhir ini.
M. Rusdi juga menegaskan akibat dari menurunnya daya beli saat ini adalah terjadinya banyak PHK diberbagai sektor Industri, hal tersebut diperkuat dengan aturan PHK yang ada di dalam Omnibus Law UU Cipta kerja, melalui aturan turunannya yakni PP 35 yang mempermudah prosedur PHK untuk para pekerja/buruh dengan nilai pesangon yang sangat murah, padahal di UU sebelumnya yaitu UU 13/2003, prosedur PHK agak dipersulit! ada tahapan – tahapan dalam proses PHK dan nilai pesangon yang cukup tinggi!, hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh agar tidak mudah untuk di PHK.
Rusdi juga menyoroti lahirnya Permendag No 8/2024 yang memperlonggar kebijakan impor untuk produk tekstil, sepatu dan industri lainnya yang menyebabakan tumbangnya dan berguguran industri tekstil. Ini kebijakan yang ngawur,, menurunnya produksi akibat turunnya permintaan pasar lokal kemudian kran impor pakaian malah dibuka, sungguh aneh.
Solusi dari permasalahan turunnya daya beli yang berakibat PHK massal di berbagai sektor industri adalah dengan mencabut UU Omnibus Law Cipta Kerja! Lalu aturan terkait ketenagakerjaan baik kebijakan pengupahan dan kebijakan terkait PHK dan Pesangon dikembalikan pada aturan yang lama yang sudah cukup baik, hal ini jelas menjadi perkerjaan rumah (PR) untuk Presiden Republik Indonesia 2024 – 2029 Prabowo Subianto, untuk memberikan insentif serta menaikan kesejahteraan dan memberikan perlindungan kepada Pekerja/Buruh yang merupakan tulang punggung bagi ekonomi bangsa Indonesia. “Pungkas Rusdi”.(TM/RS)