Jakarta, aspekindonesia.com│Kamis (16/01) Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) akan menyiapkan laporan ke Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization/ILO), terkait kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang melanggar Undang Undang Ketenagakerjaan, yang dialami Mirah Sumirat, Presiden Serikat Karyawan PT Jalantol Lingkarluar Jakarta (SK JLJ) yang juga Presiden ASPEK Indonesia.
Langkah ini terpaksa diambil mengingat Direksi dan manajemen PT Jalantol Lingkarluar Jakarta (PT JLJ) yang merupakan anak perusahaan PT Jasa Marga (Persero) Tbk, ternyata tetap bersikap arogan dan sewenang-wenang dalam memutuskan PHK terhadap Mirah Sumirat. Demikian disampaikan Sabda Pranawa Djati, SH, Sekretaris Jenderal ASPEK Indonesia dalam keterangan pers tertulisnya (16/01/2020).
Sebelumnya pada Kamis, 9 Januari 2020, ASPEK Indonesia, KSPI dan berbagai serikat pekerja telah menggelar aksi solidaritas buruh untuk Mirah Sumirat di kantor PT JLJ.
Presiden KSPI, Said Iqbal, dalam orasinya saat aksi unjuk rasa solidaritas untuk Mirah Sumirat, secara tegas mengatakan jika Direksi PT Jasa Marga dan Direksi PT JLJ tidak mencabut PHK sepihak atas Mirah Sumirat, maka ia selaku Presiden KSPI dan juga anggota Governing Body ILO, akan melaporkan kasus ini dalam sidang ILO yang akan datang. Kasus PHK sepihak terhadap Mirah Sumirat akan menjadi sorotan dunia internasional karena Mirah Sumirat juga adalah Presiden Women Committee UNI Asia Pacific. Said Iqbal juga menyatakan bahwa PT Jasa Marga dan PT JLJ “akan membayar mahal” atas apa yang telah dilakukan kepada Mirah Sumirat, karena Direksinya telah melanggar hak kebebasan berserikat dengan melakukan PHK sepihak yang melanggar undang undang. KSPI pada tanggal 20 Januari 2020 juga akan menggelar aksi lebih besar di kantor pusat PT Jasa Marga.
Kami meyakini bahwa kasus ini akan ditindaklanjuti oleh ILO karena berbagai fakta hukum yang ada, tegas Sabda.
Pelanggaran terhadap UU Ketenagakerjaan yang nyata-nyata dilakukan oleh Direksi PT JLJ, adalah:
Pasal 151 ayat (3);
“Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial.”
Pasal 155 ayat (1) dan (2):
“(1) Pemutusan hubungan kerja tanpa penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) batal demi hukum.”
“(2) Selama putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya.”
Sabda mengingatkan kepada Direksi PT JLJ dan Direksi PT Jasa Marga, bahwa UU Ketenagakerjaan sesungguhnya telah menjamin hak setiap pekerja untuk diperlakukan secara adil tanpa kesewenang-wenangan, termasuk dalam hal prosedur PHK, bukan asal main pecat.
Selain melanggar UU Ketenagakerjaan, Direksi PT JLJ juga secara sengaja melanggar Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang sudah disepakati dan berlaku di PT JLJ.
Dalam PKB PT JLJ dan SK JLJ, BAB XII Pasal 80 ayat (2) telah diatur dan disepakati dengan tegas, bahwa “Dalam hal PHK tidak terhindarkan, maka PHK hanya dapat dilakukan berdasarkan putusan pengadilan.”
Ini namanya sikap arogan dari Direksi PT JLJ, karena PKB yang sudah ditandatangani bersama dan selama ini sudah berlaku, tapi khusus untuk Mirah Sumirat, PKB dilanggar sendiri oleh Direksi PT JLJ, tegas Sabda.
Sabda juga menginformasikan bahwa Mirah Sumirat telah menjadi Presiden SKJLJ, sejak tahun 2008 sampai sekarang. Sejak dulu aktivitas berserikatnya tidak pernah dipermasalahkan karena telah disepakati dalam PKB. Bahkan hubungan Direksi dan manajemen dengan ASPEK Indonesia selama ini telah terjalin cukup baik, yang dibuktikan dengan adanya beberapa kali kunjungan silaturahmi ASPEK Indonesia dan UNI Global Union bertemu dengan manajemen PT JLJ. Namun sejak adanya pergantian Direksi baru, dimana sejak 2017 posisi Direktur Utama dijabat oleh Ricky Distawardhana dan disusul Bambang Irawan sebagai Direktur, aktivitas berserikat Mirah Sumirat mulai dipersoalkan. Direksi PT Jasa Marga harus turut bertanggung jawab atas kisruh yang terjadi di PT JLJ, bukan saja karena PT JLJ adalah anak perusahaan PT Jasa Marga, tapi juga karena telah mengangkat Direksi di PT JLJ yang bersikap arogan dan telah melanggar undang undang. ASPEK Indonesia menduga bahwa PHK terhadap Mirah Sumirat adalah “misi pesanan” dari Direksi PT Jasa Marga dengan sengaja menempatkan Direksi baru di PT JLJ, untuk kemudian memecat Mirah Sumirat dari perusahaan, karena aktivitas berserikatnya dirasa “telah mengganggu” rencana bisnis Direksi PT Jasa Marga.
Mirah Sumirat selalu konsisten mengkritisi kebijakan yang dikeluarkan oleh PT Jasa Marga, yang dampaknya merugikan pekerja. Tahun 2015, Mirah Sumirat bersama SK JLJ, ASPEK Indonesia dan KSPI secara tegas menolak rencana kebijakan Direksi PT Jasa Marga yang akan membentuk anak perusahaan baru PT Jasa Layanan Operasi (PT JLO) dan menolak pengalihan pekerja PT JLJ yang saat itu seharusnya diangkat menjadi pekerja tetap di PT JLJ ke anak perusahaan baru tersebut. Tahun 2016, Mirah Sumirat menolak pemberlakuan 100% gardu tol otomatis karena akan berdampak terjadinya PHK massal. Termasuk Mirah Sumirat saat ini memperjuangkan persamaan hak atas 317 orang pekerja tetap PT JLJ yang kesejahteraannya masih berbeda dengan pekerja tetap yang lain di PT JLJ.
Sabda meminta Menteri BUMN untuk mencopot Direksi PT Jasa Marga dan Direksi PT JLJ sebagai pertanggungjawaban atas terjadinya pelanggaran Undang Undang Ketenagakerjaan dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang berlaku di BUMN.(TM/SPD)