Jakarta, aspekindonesia.com | (22/08/2024) Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) mengadakan acara Talk Show Perburuhan yang disiarkan lewat Chanel YouTube ASPEK Indonesia secara live streaming. Acara yang digelar di DPP ASPEK Indonesia ini dipandu oleh Sabda Pranawa Djati, SH, Wakil Presiden ASPEK Indonesia bidang Hukum dan Advokasi. Dalam acara ini, hadir dua narasumber utama, yaitu Muhamad Rusdi, Presiden ASPEK Indonesia, dan Bhima Yudhistira, Direktur dan Ekonom Celios.
Tema talk show kali ini adalah: “PHK Meningkat, Daya Beli Jatuh, Buruh Makin Melarat, Apa Solusinya?”.
Dalam penyampaian materi, Muhamad Rusdi menyoroti fenomena krisis ketenagakerjaan di Indonesia. “Kami mencatat peningkatan PHK yang sangat signifikan, yakni 1000% di Jakarta dan bahkan mencapai 4000% di Batam. Bahkan di empat provinsi utama industri seperti Banten, Jawa Barat, Jakarta, dan Batam, tingkat pengangguran tertinggi terlihat. Ini menunjukkan adanya masalah besar dalam bidang ketenagakerjaan,” jelasnya.
Rusdi menambahkan bahwa PHK, pengangguran tinggi, dan melemahnya daya beli masyarakat saling terkait. “Daya beli masyarakat jatuh akibat kebijakan upah murah pemerintahan Jokowi selama 10 th
Kebijakan upah murah membuat upah para pekerja fornal menjadi tidak berkualitas, akibatnya Upah yang diterima buruh saat ini tidak mampu menyerap hasil produksi dari berbagai sektor industri, mengakibatkan daya beli masyarakat menurun secara signifikan, dan berdampak lesunya UKM.
ASPEK Indonesia mengusulkan solusi sederhana untuk masalah ini, yaitu tinggalkan kebijakan upah murah dengan mengembalikan formula penghitungan upah berbasis KHL (Kehidupan Layak) yang dianggap lebih adil dan berkualitas. “Sejak era upah murah dimulai dengan PP 78/2015 dan terakhir PP 36/2021, kenaikan upah buruh ditekan. Kami mendorong pengembalian formula penghitungan upah berbasis KHL (kebutuhan hidup layak) agar upah buruh menjadi berkualitas,” tegas Rusdi.
Rusdi menegaskan, kebijakan upah layak oleh Presiden SBY pada tahun 2013-2014, terbukti mampu meningkatkan daya beli buruh dan masyarakat. Sehingga hasil produksi dari Industri dan UKM juga bisa di serap dan meningkat.
Bhima Yudhistira juga memberikan pandangannya mengenai masalah ini. Ia menyebutkan bahwa turunnya daya beli berakibat pada PHK massal di berbagai 6sektor industri. “Akar masalahnya adalah upah. Berdasarkan survei BPS, biaya hidup di Jakarta mencapai Rp15 juta per bulan. Jika upah buruh tidak mencapai angka tersebut, masalah daya beli akan terus berlanjut di Jakarta,” ungkap Bhima.
Bhima merujuk pada teori dan penelitian David Card, peraih Nobel Ekonomi 2021, yang menunjukkan bahwa upah yang baik disuatu daerah tertentu akan meningkatkan daya beli buruh, memungkinkan pengusaha untuk mendapatkan margin keuntungan lebih besar, dan pada akhirnya dapat merekrut lebih banyak tenaga kerja.
Untuk mengatasi masalah PHK yang meningkat, daya beli yang jatuh, Bhima mengusulkan penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) untuk membatalkan UU Omnibus Law Cipta Kerja dan mengeluarkan kebijakan untuk menaikkan upah buruh secara signifikan berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL).
Sabda Pranawa Djati, sebagai host acara, menyimpulkan bahwa ada kesamaan pandangan dari kedua narasumber mengenai solusi untuk masalah yang dihadapi. “Dari keterangan kedua narasumber, dapat disimpulkan bahwa solusi utama untuk mengatasi PHK yang meningkat, daya beli yang jatuh dan kondisi buruh yang semakin melarat adalah dengan menaikkan upah buruh. “pungkas Sabda”. (TM/RS)